PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK : PEMBUATAN BIOETANOL
Disusun Oleh :
Ambar Ilafah Ramadhan
(11140960000063)
Berlianti Sarah
Agustina
(11140960000055)
Farhan Riza Afandi
(11140960000059)
Yuniar Candra
(11140960000060)
I.
Bioetanol.
Bioetanol adalah salah satu sumber
bahan bakar terbarukan
yang mudah diperoleh. Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh lewat
proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan
bioetanol dapat berupa ubi kayu, jagung, ubi jalar, tebu jagung, jerami, bonggol jagung, kayu, dll. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari
bahan - bahan yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Semuanya
merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang sangat mudah ditemukan di
Indonesia karena iklim dan keadaan tanah Indonesia yang mendukung pertumbuhan
tanaman tersebut. Pembuatan bioetanol didasarkan pada penyulingan etanol yang
diperoleh dari hasil fermentasi bahan-bahan organik. Ethanol merupakan senyawa
Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus
kimia C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna,
berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dengan
segala perbandingan.
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH.Rumus
molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya
CH3-CH2-OH. bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang
terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil
(-OH). Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH))
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman
prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol.Residu yang ditemukan
pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara
menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah
dari masa Neolitik.
Campuran dari bioetanol yang mendekati kemurnian
untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses
distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu
adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes).
Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari
wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan
tentang proses distilasi wine. Sedangkan bioetanol absolut didapatkan pada
tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan
arang.
Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol
adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen.Pada tahun 1808
Nicolas-Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia
etanol.Lima puluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan
rumus bangun etanol.Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang
pertama kali ditemukan rumus bangunnya.Etanol pertama kali dibuat secara
sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di
Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis
asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol
sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di
Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan
sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai
bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920-an bahan bakar dari petroleum yang
harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan
perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol
kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus
dikembangkan.
a. Sifat-Sifat Fisis Etanol (Perry,
1984)
Rumus
molekul : C2H5OH
Berat molekul :
46,07 gram / mol
Titik didih
pada 1 atm : 78,4°C
Titik beku : -112°C
Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
b. Sifat-sifat kimia etanol (Fessenden & Fessenden, 1997)
- Berbobot
molekul rendah sehingga larut dalam air
- Diperoleh
dari fermentasi gula
- Pembakaran
etanol menghasilkan CO2 dan H2O
II.
Jenis Mikroba yang Berperan Dalam Pembuatan Bioetanol
Bakteri pada pembuatan
bioetanol terbentuk pada proses fermentasi dengan menggunakan yeast.
Yeast merupakan fungsi uniseluler yang melakukan reproduksi
secara pertunasan (budding) atau pembelahan (fission). Yeast tidak berklorofil
tidak berflagella, berukuran lebih besar dari bakteri, tidak dapat membentuk
miselium beruukuran bulat, bulat telur, batang, silinder seperti buah jeruk,
kadang-kadang dapat mengalami diforfisme, bersifat saprofit, namun ada beberapa
yang bersifat parasit yaitu Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast
yang termaksud dalam kelas Hemiascomycetes, ordo Endomycetales,
family saccharoycoideae dan genus saccharomyces
.
Jenis mikroba yang dapat
digunakan dalam pembuatan bioetanol adalah sebagai berikut :
a. Saccharomyces cerevisiae
Merupakan organism
uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad
sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk
metabolisme.Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula
diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannose, maltose dan
maltotriosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba yang paling banyak
digunakan pada fermentasi alcohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan
terhadap kadar alcohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan
tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4-320C.
b.
Clostridium thermocellum
Adalah bakteri termofilik yang
anaerobik memiliki kemampuan mendegradasi selulosa kompleks ke bentuk etanol.
Selain Clostridium thermocellum,
bakteri termofilik anaerob lain, Clostridium
stercorarium, baru-baru ini diketahui mempunyai pula sifat selulolitik
pula. Menutut Viljoen, et al. (1980) bahwa C
thermocellum didapat setelah mengisolasi dari kotoran kuda.
Bakteri Clostridium thermocellum tersebar
luas di alam, habitatnya adalah bahan organik yang di dekomposisi. Clostridium thermocellum dapat pula
ditemukan di pengolahan limbah pertanian, saluran pencernaan, lumpur, tanah,
dan mata air panas . Clostridium thermocellum dapat tumbuh di
lingkungan anaerobiosis dan temperatur termofilik. Suhu optimum untuk
pertumbuhan adalah 60-64 °C dan pH optimum berkisar 6,1-7,5.
c.
Zymomonas mobilis
Dapat mengubah gula menjadi etanol melalui fermentasi
lebih cepat dari ragi dan tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi. Jadi,
akan lebih menguntungkan jika enzim-enzim yang digunakan untuk reaksi
hidrolisis pati dan selulosa dapat dimasukkan ke dalam bakteri Zymomonas mobilis, sehinggal gula yang
dihasilkan dapat langsung difermentasi menjadi etanol.
III.
Pembuatan Etanol
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga)
rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Destilasi
(Pemurnian).
1. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan
glukosa. Glukosa diperoleh melalui 2 tahap yaitu delignifikasi dan
hidrolisa. Pada tahap delignifikasi akan menghasilkan selulosa. Selulosa akan
diproses lebih lanjut dengan proses hidrolisa sehingga akan dihasilkan
glukosa. Untuk bahan molase (tetes) dapat langsung ditambahkan yeast
(ragi) tanpa perlu melalui proses delignifikasi dan hidrolisis.
a. Delignifikasi
Dalam proses pembuatan bioetanol lignin merupakan
salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji,
bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang
kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen
dan oksigen. Pada tahap delignifikasi ini akan dihasilkan selulosa.
Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat-zat
gula. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat selulosa
disebut delignifikasi atau pulping.
Proses pemisahan lignin dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu :
- Cara mekanis
- Cara Kimia
- Cara Semikimia
b. Hidrolisa
Prinsip dari hidrolisis pati ini pada dasarnya adalah
pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6).
Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode,
misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis
secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara
kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati.
Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak,
sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu. Sedangkan untuk pembuatan etanol dengan bahan baku
selulosa, hidrolisisnya meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam
biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula
penyusunnya.
Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa,
sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5)
dan heksosa (C6).Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau
enzimatik.Meskipun demikian, produk akhir etanol yang dimaksudkan merupakan
konversi dari glukosa yang didapat baik dari pati maupun selulosa.Di dalam
metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu
dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari
polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk
hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4),
asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti
dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan
menjadi: hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh &
Karimi, 2007). Hidrolisa merupakan proses antara reaktan dengan
menggunakan air supaya suatu persenyawaan pecah atau terurai. Reaksi hidrolisa
yaitu :
Zat - zat
penghidrolisa ada beberapa rnacam, antara lain :
2. Fermentasi
Tahap
selanjutnya pada produksi bioetanol adalah proses fermentasi. Fermentasi adalah
proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksternal. Fermentasi adalah suatu proses perubahan – peubahan kimia dalam
suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia,
yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobia – mikrobia tertentu.
(Tjokroadikoesoemo, 1986).
Pada proses fermentasi penguraian bahan -
bahan karbohidrat tidak menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas
karbondioksida. Suatu fermentasi yang busuk merupakan fermentasi yang mengalami
kontaminasi.
Fermentasi pembentukan alkohol dari gula dilakukan
oleh mikroba.Mikroba yang biasa digunakan adalah Saccharomyces cereviseae. Perubahan yang terjadi biasanya
dinyatakan dalarn persamaan berikut:
Reaksi tersebut
merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minuman, bir, roti dan
lain – lain. (Winarno, 1984).
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pada
proses fermentasi. Proses fermentasi gula menjadi alkohol dengan bantuan ragi
tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain:
Hampir semua mikroorganisme dapat memfermentasikan
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan galaktosa sampai kadar gula optimum, massa sel
akan bertambah sesuai dengan kadar oksigen yang tersedia hal ini penting dalam
proses pembuatan starter dan ragi roti, konsentrasi gula yang baik antara 10 –
18%, apabila dipergunakan konsentrasi lebih dari 18% akan mengakibatkan
pertumbuhan ragi terhambatdan waktu fermentasi lama mengakibatkan banyak guka
yang tidak terfermentasi, sehingga hasil alkohol akan rendah begitu jug bila
konsentrasi kurang dari 10%, maka alkohol yang dihasilkan juga
rendah.(D.Syamsul Bahri,1973)
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui
dua hal yaitu: Secara langsung mempengaruhi aktifitas enzim mikroorganisme dan
secara tidak langsung mengurangi hasil alkohol karena penguapan, suhu yang baik
untuk fermentasi sekitar 31 – 33°C, pertumbuhan mikroorganisme, pembentukan
produk, reaksi pertumbuhan mikrobial juga dipengaruhi oleh suhu. Pembentukan
produk juga bergantung pada suhu. (E.Gumbira Said,1987)
pH untuk proses fermentasi berkisar 4,5 - 5. pH adalah
pH yang cocok untuk saccharomyces cereviseae dan pada pH ini dapat mencegah
pertumbuhan bakteri jenis lain. Pertumbuhan organisme sebagian besar sangat
peka terhadap perubahan pH, akan tetapi setiap kelompok organisme mempunyai
nilai optimum yang tertentu. Pada keasaman dibawah pH 3 proses fermentasi akan
berkurang kecepatannya karena adanya aktifitas fermentasi.
Bahan nutrient yang ditambahkan kedalam bahan yang
difermentasi adalah zat - zat yang mengandung phosphor dan nitrogen seperti
super phosphat, ammonium sulfat, ammonium phosphat, urea, dan lain - lain.
Selain itu juga biasa ditambahkan magnesium sulfat. Karena bakteri terdiri dari
unsur - unsur C,H,O,N, dan P, maka dapat dipastikan bahwa bila kekurangan unsur
- unsur tersebut maka bakteri tidak akan tumbuh dengan baik atau berkembang
biak. Hal ini mempengaruhi produk fermentasi, bila nutrient yang ditambahkan
terlalu banyak maka akan terjadi kejenuhan yang akan menghambat pertumbuhan sel
yang berakibat produk fermentasi terpengaruhi. Waktu fermentasi Waktu
fermentasi diperlukan dipengaruhi oleh temperature, konsentrasi gula, dan
faktor - faktor lainnya tetapi biasanya waktu yang diperlukan antara 30 - 72
jam.
Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media
agar - agar atau dalam bentuk yeast yang diawetkan (dried
yeast). Misalnya ragi roti dengan dasar pertimbangan teknik dan ekonomis,
maka biasanya sebelum digunakan untuk meragikan gula menjadi alkohol, yeast
terlebih dahulu dibuat starter.
Tujuan pembuatan starter adalah :
- Memperbanyak jumlah yeast,
sehingga yang dihasilkan lebih banyak,
reaksi biokimianya akan berjalan
dengan baik.
- Melatih ketahanan yeast
lerhadap kondisi must.
Untuk tujuan tersebut yang perlu diperhatikan adalah
zat asam yang terlarut.Karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan
kapas atau kertas saring, dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting
karena pada pembuatan starter tidak diinginkan terjadinya peragian
alkohol.
Tahap
Fermentasi
1. Alat – alat yang akan digunakan
sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dalam autoclave dengan suhu 121 °C
selama 20 menit.
2. Kemudian ditambahkan nutrisi
Ammonium phosphat kedalam larutan hasil hidrolisis sesuai dengan variabel
peubah.
3. Untuk menentukan jumlah biomassa
awal:
- Siapkan aquadest steril sebanyak 50 ml
- Ambil biakan
saccharomyces cereviceae dengan menggunakan ose lalu masukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi air steril 50 ml.
- Ambil 3 ml
larutan tersebut masukan dalam tabung spektofotometri dan set panjang gelombang
610 nm dan ukur OD sampai 0,5.
- Siapkan air
steril masing - masing 9 ml dalam 5 tabung reaksi.
- Pipet 1 ml
hasil larutan yang berisi bakteri saccharomyces cereviceae kedalam tabung
reaksi 1 lalu homogenkan, dan beri label 101.
- Dari tabung
reaksi pertama ambil 1 ml masukan dalam tabung reaksi ke dua lalu homogenkan,
dan beri label 102.
- Pengenceran
diteruskan sampai pada tabung ke 5 pada label 105, lalu ambil 1 ml tuangkan ke
dalam petridist steril dan tambahkan kurang lebih 10 ml media SDA, goyang
searah angka 8 agar tersebar merata dipetrisit dan tidak menumpuk, lalu
tumbuhkan selama 1 - 2 hari.
- Dan hitung
jumlah koloni yang terdapat pada petridist tersebut.
4. Volume hidrolisis yang sudah
ditambahkan nutrient ditambahkan juga biakan saccharomyces sebanyak 10% dari
volume fermentasi kemudian ditutup rapat.
5. Fermentasi dilakukan sesuai dengan
variabel yang telah ditentukan.
3. Pemurnian / Destilasi
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat
dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan
perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari
hasil fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol
78°C. sedangkan titik didih air 100°C.
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan.Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat
yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini
merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses
ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari
beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
v Contoh Pembuatan Bioetanol Dari
Beberapa Bahan Baku Kulit Singkong
Kulit
singkong (Manihot Esculenta Crantz) yang sebagian besar menjadi limbah
dan jarang dimanfaatkan ternyata memiliki nilai lebih ketika diolah menjadi
bioetanol. Persentase jumlah limbah kulit singkong bagian luar sebesar 0,5 – 2
% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8 – 15
%. Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan
sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. (Nurhayani, dkk., 2000) Pembuatan
bioetanol dari kulit singkong dapat dilakukan dengan pemberian ragi atau yeast.
Ragi atau yeast akan memfermentasi pati atau amilum menjadi etanol dan CO2.
- Cara Pembuatan Bioetanol Dari
Bahan Baku Kulit Singkong
Berikut
adalah langkah langkah dalam proses pembuatan Bioetanol dari kulit singkong:
- Kupas 125 kg singkong segar,
semua jenis singkong dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran
kecil-kecil.
- Keringkan singkong yang telah
dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan
menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat
menyimpan sebagai cadangan bahan baku
- Masukkan 25 kg gaplek ke dalam
tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air
hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5
jam. Aduk rebusan gaplek
sampai menjadi bubur dan mengental.
- Dinginkan bubur gaplek, lalu
masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses
penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus
yang akan memecah pati
menjadi glukosa. Untuk menguraikan
100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus
atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta
sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek
yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan
bekerja mengurai pati
- Dua jam kemudian, bubur gaplek
berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang
sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun,
sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu
adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk
hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih
tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya,
tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
- Tutup rapat tangki fermentasi
untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai
glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak
membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C
dan pH 4,5—5,5.
- Setelah 2—3 hari, larutan pati
berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di
atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung
6—12% etanol
- Sedot larutan etanol dengan
selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring
endapan protein.
- Meski telah disaring, etanol
masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau
penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara
titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air
yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam
air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
- Hasil
penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar
larut diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering.
Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan
100ÂșC. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan
ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.